Thursday 26 September 2013

Umar Bin Khattab Menganiaya Adik Kandungnya Karena Masuk Islam



Kisah Islamnya sayyidina umar  Bin Khattab radhiyallahu ‘anhu 

sayyidina umar radhiyallahu ‘anhu adalah seorang sahabat yang namanya menjadi kebanggan kaum muslimin. Karena semangat keimanannya, ia telah menggetarkan hati orang-orang kafir semenjak 1300 tahun yang lalu. Sebelum masuk Islam, ia termasuk orang yang sangat ganas dalam mengganggu dan menyakiti orang-orang Islam. Bahkan, ia selalu berusaha membunuh Baginda Rasullullah Shallallahu 'alaihi Wasallam.
Suatu saat, orang-orang kafir bermusyawarah, untuk mencari siapakah orang yang berani membunuh Baginda Rasullullah Shallallahu 'alaihi Wasallam. Umar segera mnyahut,” Aku yang akan membunuhnya!” mereka berkata,”Ya, kamu bisa melakukannya.” Umar pun segera bangun dan pergisambil menyandang pedangnya. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan sayyidina Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat dari Kabilah Zuhra (riwayat lain menyebutkan nama lain). Sayyidina Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Mau kemana engkau, hai Umar?” Umar menjawab, “Aku mau membunuh Muhammad!” (Na’udzubillahi!). Sayyidina Sa’ad Radiyallahu ‘anhu menjawab, “Kalau begitu, Banu Hasyim, Banu Zuhrah, dan Banu Abdi Manaf tentu tidak akan berdiam diri. Mereka pasti tidak akan membiarkanmu hidup di muka bumi!” Umar bertambah marah dengan jawaban tersebut seraya berkata, “Tampaknya kamu juga telah meninggalkan agama kita dan menjadi orang Islam. Jika demikian, kamu akan kubunuh lebih dahulu!” Sesudah berkata demikian, Umar menghunus pedangnya. Sayyidina Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu menyahut, “Ya, aku memang telah masuk Islam!” Dia pun langsung menghunus pedangnya. Ketika keduanya hamper mengayunkan pedangnya, Sayyidina Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai Umar, terlebih dahulu telitilah kabar tentang keluargamu. Saudara perempuanmu dan iparmu juga telah masuk Islam.” Mendengar hal itu, Umar amat marah dan langsung pergi ke rumah perempuannya.

Di sana, Sayyidina Khabbab Radhiyallahu ‘anhu sedang mengajar Al Quran kepada saudara perempuan Umar dan suaminya dalam keadaan pintu terkunci. Tiba-tiba Umar datang dan berteriak agar dibukakan pintu. Mendengar suara Umar, Sayyidina Khabbab Radhiyallahu ‘anhu, segera bersembunyi di dalam, sehingga lembaran-lembaran ayat-ayat Al Quran teringgal di luar. Kemudian saudara perempuan Umar membukakan pintu. Umar langsung memukul kepala saudara perempuannya dengan sesuatu yang ada ditangannya hingga berdarah. Umar berkata, “Kamu telah menjadi musuh dirimu sendiri. Kamu mengikuti agama yang buruk ini!” Selanjutnya Umar masuk ke dalam rumah dan bertanya, “Sedang apa kalian dan suara siapa yang kudengar tadi?” Iparnya menjawab, “Kami sedang mengobrol biasa.!” Umar bertanya, “Apakah kamu meninggalkan agamamu dan masuk ke agama baru?” Iparnya menjawab, “Bagaimana jika agama baru itu benar?”.

Mendengar itu, Umar langsung menarik janggut iparnya dan menjatuhkannya ke atas tanah, kemudian memukulinya sampai puas. Saudara perempuannya berusaha memisahkan mereka tetapi Umar menampar wajahnya dnegan keras sampai berdarah. Padahal ia saudara perempuannya sendiri. Saudara perempuannya berkata, “ Hai Umar, apakah kami dipukuli karena kami masuk Islam? Memang kami sudah masuk Islam. Apa saja yang bisa kamu lakukan kepada kami, lakukanlah!”. Setelah itu pandangan mata Umar tertuju ke lembaran-lembaran ayat-ayat Al Quran yang teringgal di luar. Emosinya mulai meredah. Ia merasa malu atas sikapnya terhadap saudara perempuannya yang telah dibuatnya berdarah sedemikian rupa. Umar berkata, “Baiklah! Tunjukkanlah kepadaku apakah ini?” Saudara perempuannya mennjawab, “Kamu tidak suci, dan lembaran ini tidak oleh disentuh oleh tangan yang tidak suci.” Umar pun mendesaknya, namun saudara perempuannya tetap enggan memberikannya jika ia belum mandi dn berwudhu. Setelah mandi, Umar mengambil lembaran-lembaran tersebut dan membacanya. Ternyata di dalamnya berisi Surat Thaaha. Ia terus membacanya hingga ayat:
Yang artinya :
“Akulah Allah. Tiada yang berhak disembah selain aku, maka sembahlah aku, dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (Q.S.Thaaha:14)
Selesai membaca ayat-ayat diatas, keadaan Umar langsung berubah. Ia berkata, “Baiklah! Kini pertemukan aku dengan Muhammad!” Mendengar hal itu Sayyidina Khabbab Radhiyallahu ‘anhu segera keluar dari tempat persembunyiannya dan berkata, “Hai Umar aku sampaikan kabar gembira untukmu. Kemarin, pada malam kamis, aku mendengar Baginda Rasullullah shallallahu ‘Alaihi Wasallam berdoa,”Ya Allah, Kuatkanlah Islam dengan Umar atau Abu Jahal, siapa saja dari keduanya yang lebih Engkau Sukai (karena keduanya adalah tokoh kuat yang sangat terkenal).” Sekarang telah diketahui bahwa doa Baginda Rasullullah shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah dikabulkan untukmu.” Setelah peristiwa itu, ia dipertemukan dengan Baginda Rasullullah shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan ia masuk Islam pada hari Jum’at subuh. (dari Kitab Khashaish).
Dengan Islamnya Sayyidina Umar Radhiyallah ‘anhu, semangat orang-orang kafir mulai menurun. Meskipun demikian, Kaum Muslimin masih sangat sedikit jumlahnya, sedangkan yang memusuhi mereka tidak hanya orang-orang kafir Makkah, tetapi seluruh bangsa Arab. Keislamannya telah menimbulkan kemarahan besar bagi Kaum Musyrikin, dan mereka semakin berusaha menghabisi Kaum Muslimin. Mereka mencoba menghabisi kaum Muslimin dengan berbagai cara, tetapi Kaum Muslimin tidak gentar, bahkan berani mendirikan shalat di Masjidil Haram. Sayyidina Abdullah Bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu berkata,“Islamnya Sayyidina Umar Radhilayyahu ‘Anhu merupakan kemenangan bagi Kaum Muslimin, hijrahnya Sayyidina Umar Radhilayyahu ‘Anhu merupakan pertolongan bagi Kaum Muslimin, dan kekhalifahannya merupakan rahmat bagi Kaum Muslimin.”(dari Kitab Usudul Ghabah).

Sunday 15 September 2013

Sahabat Nabi Menjumpai Kekasih-Kekasihnya



Kisah Penderitaan Sayyidina’ Ammar Radhiyallahu ‘Anhu Dan Kedua Orang  Tuanya

Penderitaan Sayyidina’ Ammar Radhiyallahu ‘Anhu  dan kedua orang  tuanya telah banyak mengalami siksaan yang amat pedih demi agama. Mereka di baringkan di padang pasir di bawah terik matahari Makkah yang panas sekali. Setiap Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  lewat di depannya, beliau menasehati mereka, “ Bersabarlah, Wahai keluarga Yasir, janji Allah Untuk Kalian adalah surga”. Akhirnya, ayah Sayyidina ‘Ammar Radhiyallahu Anhu yang bernama Yasir Radhiyallahu ‘Anhu wafat akibat penyiksaan itu. Para pengzhalim tidak membiarkan dia hidup tenag sampai ia wafat.
Ibu  Sayyidina Ammar Radhiyallahu ‘Anhu yang bernama Sumayyah Radhiyallahu ‘Anha, ditikam kemaluannya dengan tombak oleh Abu Jahal yang terkutuk, sehingga ia pun mati syahid. Ia tidak meninggalkan Islam walaupun mengalami berbagai penderitaan di saat umurnya sudah tua dan fisiknya sudah lemah. Walaupun begitu, Abu Jahal tidak menaruh belas kasihan kepadanya. Dialah orang pertama kali mati syahid dalam sejarah Islam.
Dalam sejarah Islam, masjid yang pertama adalah Masjid yang dibangun oleh Sayyidina’ Ammar Radhiyallahu ‘Anhu. Ketika Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam perjalanan hijrah ke Madinah, di kampong Quba, Sayyidina’ Ammar Radhiyallahu ‘Anhumengusulkan, untuk membangun tempat berteduh bagi Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar dapat beristirahat siang dan mendirikan shalat dengan tenang. Lalu, Sayyidina Ammar Radhiyallahu ‘Anhu mulai mengumpulkan batu-batu dan mendirikan masjid.

Sayyidina Ammar Radhiyallahu ‘Anhu selalu menyertai setiap pertempuran dengan penuh semangat. Pernah ia dengan Penuh Suka cita berkata dalam suatu pertempuran, “Sebentar lagi akan kujumpai kekasih-kekasihku,  Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beserta jamaahnya.” Kemudian ia merasa sangat haus. Ia meminta segelas air dari seseorang. Namun, orang  itu menyodorkan kepadanya segelas susu. Ia meminumnya lalu berkata, “ Aku telah mendengar Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda ,” yang terakhir kamu minum di dunia ini adalah susu.” Setelah berkata demikian, ia pun mati syahid. Ia meninggal dunia pada usia 94 tahun. Sebagian riwayatnya menyatakan Sembilan puluh dua setengah tahun. (dari Kitab Usudul Ghabah).

Perjalanan Sang Budak



Kisah Islamnya Sayyidina Bilal Bin Rabah Al-Habsyi Radhiyallahu  ‘anhu dan Penderitaanya
Sayyidina Bilal Bin Rabah Al-Habsyi Radhiyallahu  ‘anhu adalah seorang sahabat yang masyhur, Ia muadzin tetap Masjid Nabawi. Semula ia seorang budak milik seorang kafir, Ummayah Bin Khalaf, kemudian ia memesuk Islam yang menyebabkannya banyak menerima berbagai siksaan.
Umayyah Bin Khalaf adalah seorang kafir yang sangat memusuhi Islam. Ia membaringkan Sayyidina Bilal Bin Rabah Al-Habsyi Radhiyallahu  ‘anhu di atas padang pasir di siang hariyang sangat panas di bawah terik matahari sambil meletakkan batu besar di dadanya, sehingga Sayyidina Bilal Bin Rabah Al-Habsyi Radhiyallahu  ‘anhu tidak bisa bergerak. Lalu ia berkata kepadanya, “Apakah kamu siap mati seperti ini atau tetaphidup dengan syarat kamu meninggalkan islam?” Dalam keadaan seperti itu, Sayyidina BilalBin Rabah Al-Habsyi Radhiyallahu  ‘anhu hanya berkata, ”Ahad! Ahad! (hanya satu yang berhak disembah)”

Malam Hari, ia di rantai dan dicambuk terus-menerus sehingga badannya penuh luka. Esok harinya, dengan luka itu ia dijemur kembali di padang pasir yang panas sehingga lukanya semakin parah. Tuannya berharap, ia akan meninggalkan islam atau menggelepar mati. Orang yang menyiksa Sayyidina Bilal Bin Rabah Al-Habsyi Radhiyallahu  ‘anhu sampai keletihan, sehingga perlu bergantian. Kadang kala Abu Jahal, Umayyah Bin Khalaf, dan terkadang orang lain. Setiap orang berusaha menyiksanya sekuat tenaga. Ketika Sayyidina Abu Bakar Radhiyallahu  ‘anhu  melihat penderitaan Sayyidina Bilal Bin Rabah Al-Habsyi Radhiyallahu  ‘anhu, dia membeli Sayyidina Bilal Bin Rabah Al-Habsyi Radhiyallahu  ‘anhu dan memerdekakannya.
Faidah
Orang-orang musyrik menjadikan berhala sebagai sesembahan, sedangkan Islam mengajarkan tauhid. Inilah yang menyebabkan dari lisan Sayyidina Bilal Bin Rabah Al-Habsyi Radhiyallahu  ‘anhu selalu terucap, “Ahad!”Ahad!. Hal itu karena hubungan dan cintanya yang tinggi terhadap Allah Subhaanahu wata’ala.
Dalam cinta dunia yang palsu pun, kita melihat seseorang yang mencintai seseorang tentu akan merasa nikmat bila menyebut nama orang yang dicintainya. Kadang kala, tanpa tujuan yang jelas namanya akan disebut-sebut. Lalu, bagaimana dengan cinta kepada Allah Subhaanahu Wata’ala yang mendatangkan kesuksesan dunia dan akhirat.
Karena cintanya kepada Allah Subhaanahu Wata’ala  inilah Sayyidina Bilal Bin Rabah Al-Habsyi Radhiyallahu  ‘anhu didera dengan segala siksaan. Ia diserahkan kepada anak-anak Makkah untuk diarak di lorong-lorong. Akan tetapi, dari bibirnya selalu terucap,”Ahad!Ahad!” dengan pengorbanannya itu, dia mendapat kehormatan sebagai Muadzin Baginda Rasullullah Shallallahu 'alaihi Wasallam. Baik ketika tinggal di madinah maupun dalam perjalanan. Setelah Baginda Rasullullah Shallallahu 'alaihi Wasallam wafat, dia tinggal di madinah untuk beberapa lama. Akan tetapi, karena melihat Baginda Rasullullah Shallallahu 'alaihi Wasallam sudah tidak ada ditempat, sulit baginya untuk  terus tinggal di Madinah Thayyibah. Oleh karena itu, ia berniat menghabiskan sisa hidupnya untuk berjihad (di Syam). Dia pun berangkat berjihad dan beberapa lama tidak kembali ke Madinah.


Suatu ketika ia bermimpi berjumpa dengan Baginda Rasullullah Shallallahu 'alaihi Wasallam. Beliau bersabda, “Wahai Bilal, masihkah kamu setia kepadaku? Mengapa kamu tidak pernah mengziarahiku?” Begitu bangun, ia segera pergi ke Madinah. Setibanya di sana, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain Radhiyallahu ‘Anhuma memintanya untuk mengumandangkan adzan. Ia tidak dapat menolak permintaan kedua orang yang sangat dicintainya itu. Dia pun memulai adzan. Tatkala suara adzan seperti pada masa hidup Baginda Rasullullah Shallallahu 'alaihi Wasallam sampai di telinga penduduk Madinah, Madinah pun gempar. Para wanita pun menangis dan keluar dari rumah-rumah mereka. Setelah tinggal beberapa hari di Madinah, ia pun kembali (ke Syam). Menjelang tahun 20 Hijriyah, dia wafat di Damaskus. (dari Kitab Usudul Ghabah).

Maqam Sayyidina Bilal Bin Rabah Al-Habsyi r.a 

Friday 13 September 2013

Sahabat Nabi Mencium Wangi Surga Di Dunia

Kisah Syahidnya Sayyidina Anas Bin Nadhar Radhiyallahu ‘Anhu

Pertempuran Di Jabal Uhud


Sayyidina Anas Bin Nadhar Radhiyallahu ‘Anhu adalah seorang sahabat Baginda Rasullullah Shallallahu 'alaihi Wasallam yang tidak bisa menyertai perang Badar. Ia sangat menyesal dan sering mencela dirinya sendiri, “Ini peperangan besar pertama dalam sejarah Islam, dan kamu tidak bisa ikut?” keinginan dia adalah,”Jika ada peperangan lagi, aku akan berkorban habis-habisan sebagai tebusannya.” Ternyata kesempatan itu datang pada Perang Uhud. Ia turut serta sebagai pejuang yang gagah berani.  
Pada mulanya Kaum Muslimin telah mendapat kemenangan dalam perang tersebut. Namun, karena suatu Kekhilafan, Kaum Muslimin menderita kekalahan pada akhir perang. Kekhilafan itu bermula dari beberapa orang sahabat Radhiyallahu ‘anhum yang ditugaskan oleh Baginda Rasullullah Shallallahu 'alaihi Wasallam untuk berjaga disuatu tempat yang khusus. Baginda Rasullullah Shallallahu 'alaihi Wasallam berpesan,”Sebelum ada perintah dari aku, jangan tinggalkan tempat ini !!!! Musuh dapat menyerang dari sini.”
Jabal Uhud

Ketika permulaan perang, Kaum Muslimin memperoleh kemenangan, Melihat orang-orang kafir melarikan diri, para sahabat Radhiyallahu ‘anhum yang ditugaskan menjaga tempat itu, meninggalkan tempatnya. Mereka beranggapan bahwa peperangan telah selesai, sehingga orang-orang kafir harus dikejar dan harta rampasan dapat dikumpulkan. Sebenarnya pimpinan pasukan penjaga ini sudah melarang dan mengingatkan pesan Baginda Rasullullah Shallallahu 'alaihi Wasallam,”Kalian jangan meninggalkan tempat ini!!!” Akan tetapi, mereka menduga perintah Baginda Rasullullah Shallallahu 'alaihi Wasallam itu hanya berlaku ketika perang berlangsung. Oleh karena itu, mereka pun turun dari sana.
Saat itulah pasukan kafir yang sedang melarikan diri melihat tempat itu telah kosong. Mereka segera kembali dan menyerang Kaum Muslimin dari arah sana. Hal ini sama sekali tidak diduga oleh Kaum Muslimin, sehingga mereka tersedak karena serangan tiba-tiba itu dan terjepit  diantara dua kepungan oang-orang kafir, karena itulah mereka berhamburan kesana-kemari dalam keadaan panik.
Tentara Muslim Menyerang

Sayyidina Anas Bin Nadhar Radhiyallahu ‘Anhu melihat Sayyidina Sa’ad Bin Mu’adz Radhiyallahu ‘Anhu datang dari arah depan. Sayyidina Anas Bin Nadhar Radhiyallahu ‘Anhu berkata,”Hai Sa’ad, mau kemana engkau? Demi Allah, Aku mencium harum dari surga datang dari arah Uhud!!!” Setelah berkata demikian, ia mengacungkan pedang di tangannya  dan merangsek ke tengah Kaum Kafir, dengan bertekat tidak akan kembali sebelum syahid. Selepas kesyahidannya, tubuhnya diperiksa sudah rusak. Terdapat lebih delapan puluh luka akibat tebasan pedang dan panah di tubuhnya. Hanya saudara wanitanya yang dapat mengenalinya melalui ujung jari-jari tangannya.
Faedah
Orang yang ikhlas dan bersungguh-sungguh menunaikan perintah Allah Subhaanahu wata’ala  memberinya kesempatan untuk merasakan nikmatnya surga. Inilah kisah Sayyidina Anas Bin Nadhar Radhiyallahu ‘Anhu yang telah mencium harum surga saat masih hidup. Jika keikhlasan sudah tertanam pada diri seseorang, nikmat surga pun akan  dirasakan di dunia!!!!!

Masyaallah!!!!!